Senin, 26 Januari 2009

Ketika Anak berbicara tentang pengalaman ketidak sukaan belajar matematika…….

Pada tanggal 27 Januari 2009, penulis mengadakan survey tentang pengalaman siswa bersekolah dari SD sampai SMP dalam mengikuti pembelajaran matematika. Responden survey adalah siswa-siswa SMP tempat penulis mengajar.

Inilah celoteh-celoteh mereka:
Erinda, Dhayana Putri Pertiwi, ia tidak suka pelajaran matematika mulai kelas 5 SD, karena pelajaran di kelas 5 SD mulai agak susah dan tidak mengerti cara mengerjakannya maka sampai sekarang (SMP) saya tidak terlalu pintar untuk mengerjakan matematika (karena menghtiungnya susah dan rumit).

Rizka Ayu Anggraini, kelas 4 SD mulai tidak suka matematika karena matematika sangat susah, dan membingungkan terkadang juga mengasyikkan, dan menurut saya matematika terkadang membingungkan dan mengasyikkan.

Anisa Rahmawati, mulai tidak suka kelas 1 SMP karena bila diterangkan terlalu cepat dan agak sulit bila tidak paham cara dan rumusnya tetapi aku juga suka sama matematika walau membuatku pusing tujuh kelilinh dan tidak pernah membosankan.

Lia Febriani, tidak suka kelas sampai kelas 2 SD, tetapi mulai kelas 3 SD sampai sekarang suka (SMP) karena ada manfaatnya yaitu mengasah otak saya supaya otak saya encer dan cepat berpikirnya.

Agung Budiyanto, mulai tidak suka kelas 6 SD karena soalnya sangat rumit, dan saya selalu tidak bias mengerjakannya.

Indra Dwi, mulai tidak suka kelas 6 SD karena waktu kelas 6 ada soal yang rumit dan saya tidak bias mengerjakannya kerana rumit sejak hari itu saya tidak suka pelajaran matematika.

Arief, mulai kelas 3 SD tidak suka matematika karena pada kelas 3 saya bingung rumusnya apalagi ulangannya.

Prasetyo Adi, mulai tidak menyukai matematika kelas 6 SD, karena sulit dan butuh perhitungan yang banyak untuk memecahkan suatu soal.

Tito Aditya. Ia mulai tidak suka matematika kelas 5 SD karena waktu itu materi yang belum diajarkan sudh keluar di dalam ulangan.

Meta Indra Sari, ia tidak suka matematika di kelas 1 SMP karena pelajarannya agak rumit daripada pelajaran SD dan cara-caranya lebih rumit dan panjang.

Jessyca Ade, aku tidak suka matematika kelas 4 SD karena agak rumit dan terkadang saya marah sendiri kalo tidak suka. Ada kejadian waktu kelas 6 SD saya tidak bias matematika sampai-sampai saya jatuh sakit.

Nabela, aku tidak suka matematika kelas 5 SD karena menurut saya matematika itu menantang tetapi nilai saya jelek jadi saya harus melihat kesalahan saya dimana????

Adi Kurniawan, tidak suka mulai kelas 1 SMP karena saya tidak bias mengerjakannya.

Victoria, aku mulai nggak suka kelas 3 SMP karena mbingungin soalnya……

Dwi Arya, aku mulai nggak suka kelas VII, karena matematikanya bikin pusing.

Dian kristanti, mulai ndak suka matematika kelas IX, karena di dalam matematika kelas 3 sangat membingungkan dan rumus-rumusnya lumayan susah. Tetapi dari kelas 1 SD sampai kelas 2 SMP saya lumayan suka kerana matematika itu sangat menyenangkan.

Nia Susi Lafinia, saya mulai agak tidak suka kelas 4 SD karena guru yang tidak enak ngajar dan kalau salah dimarahi. Sya mulai mencoba menyukai matematika karena teman saya begitu semangat untuk belajar matematika di mata dia soal matematika mudah tetapi di mata saya begitu sulit. Padahal kalau sudah dibahas manjedi mudah, saya ingin mencoba suka dengan matematika karena sebenarnya matematika itu asyik.

Ega Riski, agak tidak suka matematika kelas 6SD, karena pada saat TK sampai kelas 5 SD menurut saya pelajaran matematika sangat seru tetapi setelah kelas 6 SD menurut saya pelajaran matematika sangatlah membuat saya sangat bingung dan saya tidak tahu sebabnya apa karena sangat sulit?

Lela Irawati, aku agak tidak suka matematika kelas VII dan VIII, karena waktu kelas tersebut gurunya tidk enak dan kurang menyenangkan dalam menerangkannya.

Riyanti Ratna Ayu, saya tidak suka matematika kelas V SD karena pelajaran matematika mulai menyulitkan maka sejak itu saya idak suka tetapi mulai kelas VIII SMP sya mulai suka.

Nur Hidayati, saya tidak suka matematika kelas 4 SD karena sulit menghafal rumusnya dan sulit menemukan jawabannya.

Putri Ayu, saya ndak suka waktu kelas 5 SD, karena saat SD pelajaran matematika begitu terasa membosankan dan tidak menarik karena guru menjelaskan matematika seperti sangat monoton dan serius sekali, tidak ada penerapannya. Tidak asyik dan siswa terlalu menganggap matematika itu menakutkan dari sananya.

Chandrika, saya agak nggak suka matematika kelas 5 SD karena gurunya malas mengajarnya.

Kristiyowati, saya tidak suka matematika kelas 4 SD karena gurunya kalau menjelaskan tidak jelas dan kalau memberi tugas tidak pernah dicocokkan jadi membuat saya tidak suka metamtika.

Bagaimana kesulitan – kesulitan mereka dapat teratasi ya…..bantu dong……

HATIKU SEDIH KETIKA MELIHAT ANAKKU YANG PANDAI TIDAK BISA BERPENDAPAT DAN BERTANGGUNG JAWAB PADA DIRINYA (Sebuah Kilas Balik Keberhasilan Siswaku)

Pada tahun 2002, ketika itu penulis diberi tugas mengajar di kelas 2 SMP (sekarang kelas VIII) yang katanya enak karena kelas tersebut pandai-pandai siswanya. Dalam bayangan penulis wah seru nich karena dapat diajak berkomunikasi. Tetapi setetah tampil pertama kali mengajar ternyata jauh dari bayangan, mereka memang pandai, tetapi waktu bertanya atau ditanya mereka tidak ada nyali untuk menjawab, mereka pada diam, takut salah, takut diketawain teman-teman lainnya, takut dimarahi guru, takut kalau dihukum, takut,… takut,….. gilirannya diskusi sama teman malah mengerjakan sendiri, yang ditonjolkan hanya ego masing-masing, memang sih mereka kalau disuruh mengerjakan soal hebat-hebat nilainya.

Setelah melihat keganjilan-keganjilan itu, penulis prihatin jika ini dibiarkan akan merusak diri mereka dari sisi selain IQnya, mereka akan kurang luwes jika berada di lingkungan masyarakatnya, mereka akan jadi seorang yang tidak yakin akan dirinya sendiri.

Nah untuk mengatasi hal seperti itu, penulis mengubah diri mereka dengan menyiapkan model pembelajaran yang ada diskusinya, ada kerja kelompoknya, ada presentasinya, ada penilaian kelompok, dalam memecahkan masalah ada LKS dihadapannya yang harus didiskusikan dengan kelompoknya, antar anggota kelompok wajib ada giliran yang mempresentasikan tanpa kecuali, ada penghargaan setiap anggota yang telah presentasi, latihan menanggapi pertanyaan teman, adu argumentasi. Akhirnya meyimpulkan bersama apa yang telah mereka temukan tentunya guru harus mendampinginya, tak lupa mereka punya buku notis sendiri-sendiri menuliskan perasaan mereka tentang kegiatan belajar mereka tadi.
Peran guru bagaimana, ya sebagai “pelayan” mereka, jika ada siswa yang menyimpang jalur diskusi diingatkan atau ada yang anggota kelompoknya pasif berdiskusi atau membantu menjawab pertanyaan waktu presentasi juga diingatkan dengan diberi tahu ada pengurangan nilai keaktifan kelompok.
Melihat cerita di atas, kok kayaknya mahal ya, harus menyediakan Lembar Kerja, menyiapkan keperluan siswa dan lain-lain. Tetapi pada waktu pelaksanaan ternyata murah sekali lho, alat peraga yang digunakan dalam kegiatannyapun tidak harus permanent dari took, tetapi penulis memanfaatkan limbah-limbah, atau lingkungan sekolah. Kalau kertas-kertas keperluan siswa, siswa memang harus menyediakannya tetapi kadang juga penulis minta bantuan sekolah untuk penyediaan kebutuhan mereka.
Awalnya memang kurang berhasil, misalnya saja masih ada yang kerja sendiri, ada yang diam dan alain-lain. Tetapi penulis dari awal mengajar mengutamakan proses ketimbang hasil dahulu. Lambat laun mereka terbiasa dengan pola seperti ini, jika mereka bosan di kelas di adakan kegiatan pembelajarannya di luar kelas alias observasi alias outdoor. Kadang juga penulis selingi penayangan CD pembelajaran interaktif atau film materi matematika.

Alhasil, anak-anak menjadi berpikir kritis, pandai bergaul dengan teman, jika ada kesulitan belajar matematika tidak cangung bertanya pada penulis sebagai gurunya, menjadi mereka percaya dirinya bertambah, menghargai teman, menghargai guru. Dan lebih hebatnya lagi, hasil uanas mereka bagus-bagus dan banyak yang diterima di sekolah lanjutan yang favorit, yang menurut penulis jarang dicapai di sekolah kami, karena letak, fasilitas, kemampuan siswa yang sekolah miliki. Setelah mereka di sekolah barunya pun mereka dapat beradaptasi cepat dengan teman-teman barunya, serta aktif di organisasi-organisasi di sekolah lanjutannya. Akhirnya bikin penulis bangga….. pada mereka…..semoga mereka sukses selalu. Amin.

Rabu, 21 Januari 2009

CELOTEH ANAKU TENTANG HARAPAN SOSOK GURU YANG MEREKA IDAMKAN

Pada tanggal 5 Januari 2009, Penulis mengadakan survey pendapat siswa di SMP Negeri 33 Semarang tentang guru yang baik dan ideal, antara lain:

Fanny Ardita Clara, berpendapat, saya berharap guru yang baik dan idel adalah yang memiliki kompetens baik, berpengalaman, mampu menggugah semangat para siswa-siswa untuk lebih maju, tidak hanya berbicara/memerintah siswa-siswanya tetapi juga memberikan contoh.

Ambar Hartini, berhadap guru yang baik dan ideal adalah yang mengerti kondisi murid, baik hati, tidak galak, sedikit bergurau tetapi banyak belajarnya, dapat membangkitkan suasana kelas yang murid-muridnya sedang suntuk, dan memberi motivasi dan semangat pada murid.

Moh. Farid B, berharap mendapatkan guru bisa memberikan semangat dan motivasi untuk lulus, yang bisa membimbing dan mengarahkan saya pada belajar mengajar, bisa diajak bercanda dan serius, tidak membeda-bedakan muridnya, yang pintar, dan selalu memberi informasi.

Wulan Purnama Serly, berharap guru yang baik dan ideal adalah guru yang bisa menerangkan pelajaran dengan jelas kepada saya agar mudah dimengerti, bisa menerangkan pelajaran dengan suara yang bisa didengar dan dimengerti dan tidak terlalu cepat dalam berbicara, bisa diajak berbicara tentang pelajaran yang tidak dimengerti. Baik budi pekertinya, tidak selalu marah, dan selalu memberikan PR.
Anietha, berpendapat bahwa guru yang diharapkan baik dan ideal adalah yang selalu memberikan banyak tugas agar dapat lulus dengan baik, yang selalu memberikan perhatian pada muridnya, namun guru yang baik dan idel sulit kita dapatkan karena setiap guru berbeda-beda.

Ardina Tiur S, saya berharap guru ideal yang tidak terlalu tegang tetapi serius, menjelaskan tentang pelajaran yang bersangkutan, tidak memberikan ajaran-ajaran yang baik, tidak gampang marah dan membanding-bandingkan antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya, dan yang memberikan materi yang benar.

Noviya, berpendapat guru yang baik dan ideal adalah yang tidak terlalu memberatkan siswa, maksudnya bila memberi tugas tidak terlalu berat, galak agar muridnya tidak ramai di kelas, nggak bikin ngantuk, menjelaskan dengan jelas dan suaranya keras.
Ira Puspita Sari, berpendapat guru yang baik dan ideal adalah yang baik hati, tidak pernah marah-marah, bisa diajak bercanda dan tidak serius dengan pelajaran, yang masih energik, bisa diajak curhat.

Reza Waldi, menurut pendapat saya guru yang baik dan ideal adalah yang baik, tidak suka marah-marah, banyak pengetahuan, dan pintar, gaul, memilikisopan santun, rajin, memiliki budi pekerti yang baik, kalau menerangkan jelas, serta memiliki modal untuk mengajar seperti buku dan alat penujang lainnya.

Destya Ayu D, Menurut saya guru yang baik dan ideal adalah baik, mengerti yang saya mengerti, mengerti saya, tidak marah-marah, tidak galak, penjelasan guru saya mengerti, mengajar tidak tegang, ramah, serta tidak mengulang secara terbuka tentang kesalahan siswa kepada siswa yang tidak bersangkutan.

Putri Eka, berpendapat bahwa guru yang baik dan ideal adalah yang disiplin, mempedulikan muridnya, sabar, yang terkadang suka bercanda, tidak bikin tegang, jelas menyampaikan materi, banyak menjelaskan/mengulang materi yang telah diberikan serta yang tidak pelit.

Ega Rosdyana, berharap mendapatkan guru yang baik dan ideal yaitu yang bisa mengerti cara mengajar yang baik/cocok untuk sifat anak yang berbeda-beda, yang mengajarkan hal yang positif yang bisa ditiru anak didiknya dengan baik, bisa mencontohkan sifat, perilaku, dan sikap yang positif yang dipunya, serta memberikan panutan yang harus bisa membuat anak didiknya bersemangat belajar dan positif thinking.

Putri Cahyani, berpendapat bahwa guru yang baik dan ideal adalah yang tegas, tidak galak-galak banget, serius tapi santai, enak bila diajak ngomong berdiskusi, suka memberi kisi-kisi tentang mida maupun semesteran, bisa diajak melucu, dan tidak mudah tersinggung.

Riska, berpendapat guru yang baik dan ideal adalah yang tegas, memberi pekerjaan banyak, memberikan banyak latihan, dan datang lebih awal.

Ririn, berpendapat guru yang baik dan ideal adalah tidak galak, terus kalo sudah masuk kelas jangan memberi pertanyaan donk….kan dek-dekan emang enak…. Kan nggak enak, kalo mau beri ulangan jangan susah-susah donk, saya pengin guru di seluruh dunia baik hati dalam hal apa saja, sekali-kali kalau mau memberi pertanyaan dipancing pake hadiah/apa gitu lho., jika ngasih tugas dan sudah dikerjakan hendaknya dihargai dan dinilai.

Strategi Pembelajaran Quantum Teaching dan SAV

STRATEGI PEMBELAJARAN
QUANTUM TEACHING DAN SAVI
Tinjauan Berdasarkan Landasan Teori, Karakteristik, Prinsip Dan Kerangka Perencanan Pembelajaran
Oleh: Tri Mulyono Edi Saputro


A.PENDAHULUAN
Guru sebagai salah satu komponen pembaharuan di bidang pendidikan, harus memiliki kompetensi. Salah satu kompetensi yang dimiliki adalah memiliki kemampuan dalam membelajarkan siswa agar konsep yang akan disampaikan siswa jelas serta siswa senang mengikuti pembelajarannya. Pembelajaran yang inovatif mutlak dimiliki seorang guru, karena dengan pembelajaran yang inovatif mampu membawa perubahan belajar siswa, yang dahulunya siswa dianggap sebagai obyek yang selalu dipersalahkan, dipermasalahkan, makhluk yang kosong, tidak dihargai pendapatnya, tugas belajarnya di sekolah hanya sebatas, menulis, mendengarkan dan mengerjakan. Tetapi dengan diberlakunya KTSP, merubah (1) paradigma siswa sebagai subyek yang dihargai sesuai tingkat perkembangan, siswa sebagai student center; (2) peran guru sebagai fasilitator, pembimbing, dan konsultan; (3) dari kebiasaan pengulangan menjadi penyelidikan; (4) dari yang mengutamakan hasil menuju ke proses; (5) dari hal yang kompetitif menjadi kolaboratif; (6) dari mempresentasikan penggunaan media yang statis menuju ke multimedia yang dinamis; (7) penggunaan komputer yang hanya bersifat obyek belajar menuju computer sebagai media pembelajaran; (8) belajar untuk teori menuju ke belajar tindakan nyata sesuai kehidupan serta refleksi.
Jika kita cermati pembaharuan paradigma – paradigma tersebut di atas, merupakan pandangan konstruktivitis. Jika dikaitkan dengan pembelajaran, maka pembelajaran yang lebih memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri dan dimediasi oleh teman sebaya. Hal ini sesuai dengan tujuan utama konstruktivisme, yaitu: kolaboratif, otonomi, individu, generalisasi, aktivitas, sesuai perkembangan diri, reflektivitas, dan pluralisme. Maka pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang sesuai dengan nilai-nilai konstruktivisme.
Sudah banyak guru sadar, akan pentingnya manfaat menggunakan model-model pembelajaran yang inovatif. Mereka banyak mempelajari model/strategi pembelajaran inovatif dan mencoba menerapkannya. Namun dalam menggunakan model /strategi pembelajaran yang inovatif harus memperhatikan: (1) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; (2) sifat/materi bahan ajar; (3) kondisi siswa; dan (4) ketersediaan saran prasarana belajar.
Sejalan dengan dengan semangat guru untuk meningkatkan kemampuan pembelajaranya, mahasiswa-mahasiswa maupun peneliti juga mulai mengkaji macam-macam model/strategi pembelajaran inovatif. Salah satunya mengkaji tentang perbandingan dua model/strategi pembelajaran dengan tujuan mencari efektivitasnya. Namun dalam mengkaji terutama membandingkan dua model harus memperhatikan apakah dua model/strategi pembelajaran yang dikaji setaraf atau tidak. Jika itu tidak diperhatikan, maka hasil yang didapat belum dapat dikatakan adil, signifikan.
Untuk itu, penulis mencoba memaparkan dua model yang dianggap setaraf atau sebanding dengan alasan-alasan pendukungnya dilihat dari karakteristiknya.

B.STRATEGI QUANTUM TEACHING
a.Landasan Teori
Quantum teaching pertamakali dikembangkan oleh De Porter. Mulai dipraktekkan pada tahun 1992, dengan mengilhami rumus yang terkenal dalam fisika kuantum yaitu masa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Dengan rumus itulah mendefinisikan Quantum sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Pembelajaran Quantum bermakna interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya karena semua energi adalah kehidupan dan dalam proses pembelajarannya mengandung keberagaman dan interdeterminisme. Dengan kata lain interaksi-interaksi yang dimaksud mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.
Teori yang terkandung dalam Quantum Teaching adalah Accelerated Learning, Multiple Intelligences, Neuro-Linguistic Programming, Experiential Learning, dan Elements of Effective Instruction sehingga Quantum Teahing merangkaikan sebuah kekuatan yang memadukan multisensori, multikecerdasan, dan kompatibel dengan otak yang didalamnya meramu konsep berbagai teori yaitu: 1) teori otak kanan/kiri; 2) teori otak triune (3 in 1); 3) pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik); 4) teori kecerdasan ganda; 5) pendidikan holistic (menyeluruh); 6) belajar berdasarkan pengelaman; 7) belajar dengan symbol, dan 8) simulasi/permainan.

b.Karakteristik
Secara umum, Quantum Teaching (pembelajaran kuantum) mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.Berpangkal pada psikologi kognitif.
2.Bersifat humanistik, manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatian. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi dan sebagainya dari pembelajar dapat berkembang secara optimal dengan meniadakan hukuman dan hadiah karena semua usaha yang dilakukan pembelajar dihargai. Kesalahan sebagai manusiawi.
3.Bersifat konstruktivistis, artinya memadukan, menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran. Oleh karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulant yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.
4.Memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna. Dalam proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan intekasi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar.
5.Menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Dalam prosesnya menyingkirkan hambatan dan halangan sehingga menimbulkan hal-hal yang seperti: suasana yang menyengkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan lain-lain.
6.Menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran. Dengan kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar sehat, rileks, santai, dan menyenangkan serta tidak membosankan.
7.Menekankan kebermaknaan dan dan kebermutuan proses pembelajaran. Dengan kebermaknaan dan kebermutuan akan menghadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman perlu diakomodasi secara memadai.
8.Memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan yang dinamis. Sedangkan isi pembelajaran meliputi: penyajian yang prima, pemfasilitasan yang fleksibel, keterampilan belajar untuk belajar dan keterampilan hidup.
9.Menyeimbangkan keterampilan akademis, keterampilan hidup dan prestasi material.
10.Menanamkan nilai dan keyakinan yang positif dalam diri pembelajar. Ini mengandung arti bahwa suatu kesalahan tidak dianggapnya suatu kegagalan atau akhir dari segalanya. Dalam proses pembelajarannya dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai.
11.Mengutamakan keberagaman dan kebebasan sebagai kunci interaksi. Dalam prosesnya adanya pengakuan keragaman gaya belajar siswa dan pembelajar.
12.Mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran, sehinga pembelajaran bias berlangsung nyaman dan hasilnya lebih optimal.

c.Prinsip Dasar
Prinsip dasar yang terdapat dalam pembelajaran kuantum adalah:
a)Bawalah dunia mereka (siswa) ke dalam dunia kita (guru), dan antarkan dunia kita (guru ke dalam dunia mereka (siswa).
b)Proses pembelajaran bagaikan orkestra simfoni, yang secara spesifik dapat dijabarkan sebagai berikut:
1)Segalanya dari lingkungan. Hal ini mengandung arti baik lingkungan kelas/sekolah sampai bahasa tubuh guru; dari lembar kerja atau kertas kerja yang dibagikan anak sampa rencana pelakanaan pembelajaran, semuanya mencerminkan pembelajaran.
2)Segalanya bertujuan. Semua yang terjadi dalam proses pembelajaran mempunyai tujuan semuanya.
3)Pengalaman mendahului pemberian nama. Pembelajaran yang baik adalah jika siswa telah memperoleh informasi terlebih dahulu apa yang akan dipelajari sebelum memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. Ini diilhami bahwa otak akan berkembang pesat jika adanya rangsangan yang kompleks selanjunya akan menggerakkan rasa keingintahuan.
4)Akuilah setiap usaha. Dalam proses pembelajaran siswa seharusnya dihargai dan diakui setiap usahanya walaupun salah, karena belajar diartikan sebagai usaha yang mengandung resiko untuk keluar dari kenyamanan untuk membongkar pengetahuan sebelumnya.
5)Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Segala sesuatu yang telah dipelajari oleh siswa sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya.
c)Pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Ada depalapan kunci keunggulan dalam pembelajaran kuantum yaitu:
1)terapkan hidup dalam integritas, dalam pembelajaran sebagai bersikap apa adanya, tulus, dan menyeluruh, sehingga akan meningkatkan motivasi belajar.
2)akuilah kegagalan dapat membawa kesuksesan. Jika mengalami kegagalan janganlah membuat cemas terus menerus tetapi memberikan informasi kepada kita untuk belajar lebih lanjut.
3)berbicaralah dengan niat baik. Dalam pembelajaran hendaknya dikembangkan keterampilan berbicara dalam arti positif dan bertanggung jawab atas komunikasi yang jujur dan langsung. Dengan niat bicara yang baik akan mendorong rasa percaya diri dan motivasi.
4)tegaslah komitmen. Dalam pembelajaran baik guru maupun siswa harus mengikuti visi-misi tanpa ragu-ragu.
5)jadilah pemilik, mengandung arti bahwa siswa dan guru memiliki rasa tanggung jawab sehingga terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu.
6)tetaplah lentur. Seorang guru terutama harus pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana bilamana diperlukan.
7)Pertahankan keseimbangan. Dalam pembelajaran, pertahankan jiwa, tubuh, emosi dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran efektif dan optimal.

d.Kerangka Perencanaan Pembelajaran Kuantum
Kerangka perencanaan pembelejaran kuantum dikenal dengan singkatan “TANDUR”, yaitu:
a)Tumbuhkan.
Konsep tumbuhkan ini sebagai konsep operasional dari prinsip “bawalah dunia mereka ke dunia kita”. Dengan usaha menyertakan siswa dalam pikiran dan emosinya, sehingga tercipta jalinan dan kepemilikan bersama atau kemampuan saling memahami.
Secara umum konsep tumbuhkan adalah sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan keingintahuan, buatlah siswa tertarik atau penasaraan tentang materi yang akan diajarkan. Dari hal tersebut tersirat, bahwa dalam pendahuluan (persiapan) pembelajaran dimulai guru seyogyanya menumbuhkan sikap positif dengan menciptakan lingkungan yang positif, lingkungan sosial (komunitas belajar), sarana belajar, serta tujuan yang jelas dan memberikan makna pada siswa, sehingga menimbulkan rasa ingin tahu.
Berikut pertanyaan-pertanyaan yang dapat dipakai sebagai acuan guru: hal apa yang siswa pahami? Apa yang siswa setujui? Apakah manfaat dan makna materi tersebut bagi siswa? Pada bagian apa siswa tertari/bermakna?
Stategi untuk melaksanakan TUMBUHKAN tidak harus dengan tanya jawab, menuliskan tujuan pembelajaran dipapan tulis, melainkan dapat pula dengan penyajian gambar/media yang menarik atau lucu, isu muthakir, atau cerita pendek tentang pengalaman seseorang.

b)Alami.
Tahap ini jika kita tulis pada rencana pelaksanaan pembelajaran terdapat pada kegiatan inti. Konsep ALAMI mengandung pengertian bahwa dalam pembelajaran guru harus memberi pengalaman dan manfaat terhadap pengetahuan yang dibangun siswa sehingga menimbulkan hasrat alami otak untuk menjelajah.
Pertanyaan yang memandu guru pada konsep alami adalah cara apa yang terbaik agar siswa memahami informasi? Permainan atau keinginan apa yang memanfaatkan pengetahuan yang sudah mereka miliki? Permainan dan kegiatan apa yang memfasilitasi siswa?
Strategi konsep ALAMI dapat menggunakan jembatan keledai, permainan atau simulasi dengan memberi tugas secara individu atau kelompok untuk mengaktifkan pengetahuan yang telah dimiliki.

c)Namai
Konsep ini berada pada kegiatan inti, yang NAMAI mengandung maksud bahwa penamaan memuaskan hasrat alami otak (membuat siswa penasaran, penuh pertanyaan mengenai pengalaman) untuk memberikan identitas, menguatkan dan mendefinisikan. Penamaan dalam hal ini adalah mengajarkan konsep, melatih keterampilan berpikir dan strategi belajar. Pertanyaan yang dapat memenadu guru dalam memahami konsep NAMAI yaitu perbedaan apa yang perlu dibuat dalam belajar? Apa yang harus guru tambahkan pada pengertian siswa? Strategi, kiat jitu, alat berpikir apa yang digunakan untuk siswa ketahui atau siswa gunakan?
Strategi implementasi konsep NAMAI dapat menggunaka gambar susunan gambar, warna, alat Bantu, kertas tulis dan poster di dinding atau yang lainnya.

d)Demonstrasikan
Tahap ini masih pada kegiatan ini. Inti pada tahap ini adalah memberi kesempatan siswa untuk menunjukkan bahwa siswa tahu. Hal ini sekaligus memberi kesempatan siswa untuk menunjukkan tingkat pemahaman terhadap materi yang dipelajari.
Panduan guru untuk memahami tahap ini yaitu dengan cara apa siswa dapat memperagakan tingkat kecakapan siswa dengan pengetahuan yang baru? Kriteria apa yang dapat membantu guru dan siswa mengembangkan bersama untuk menuntut peragaan kemampuan siswa.
Strategi yang dapat digunakan adalah mempraktekkan, menyusun laporan, membuat presentasi dengan powerpoint, menganalisis data, melakukan gerakan tangan, kaki, gerakan tubuh bersama secara harmonis, dan lain-lain.

e)Ulangi
Tahap ini jika kita tuangkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran terdapat pada penutup. Tahap ini dilaksanakan untuk memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “aku tahu bahwa aku tahu ini”. Kegiatan ini dilakukan secara multimodalitas dan multikecerdasan.
Panduan guru untuk memasukan tahap ini yaitu cara apa yang terbaik bagi siswa untuk mengulang pelajaran ini? Dengan cara apa setiap siswa akan mendapatkan kesempatan untuk mengulang?
Strategi untuk mengimplementasikan yaitu bias dengan membuat isian “aku tahu bahwa aku tahu ini” hal ini merupakan kesempatan siswa untuk mengajarkan pengetahuan baru kepada orang lain (kelompok lain), atau dapat melakukan pertanyaan – pertanyaan post tes.

f)Rayakan
Tahap ini dituangkan pada penutup pembelajaran. Dengan maksud memberikan rasa rampung, untuk menghormati usaha, ketekunan, dan kesusksesan yang akhirnya memberikan rasa kepuasan dan kegembiraan. Dengan kondisi akhir siswa yang senang maka akan menimbulkan kegairahan siswa dalam belajar lehi lanjut.
Panduan pertanyaan dalam diri guru untuk melaksanakan adalah untuk pelajaran ini, cara apa yang paling sesuai untuk merayakannya? Bagaimana anda dapat mengakui setiap orang atas prestasi mereka?
Strategi yang dapat digunakan adalah dengan pujian bernyanyi bersama, pesta kelas, memberikan reward berupa tepukan.

C.SAVI
a.Landasan Teori
SAVI singkatan dari Somatic, Auditori, Visual dan Intektual. Teori yang mendukung pembelajaran SAVI adalah Accelerated Learning, teori otak kanan/kiri; teori otak triune; pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik); teori kecerdasan ganda; pendidikan (holistic) menyeluruh; belajar berdasarkan pengelaman; belajar dengan symbol. Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda. Mengkaitkan sesuatu dengan hakikat realitas yang nonlinear, nonmekanis, kreatif dan hidup.
b.Prinsip Dasar
Dikarenakan pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan AL yaitu:
1.pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh
2.pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi.
3.kerjasama membantu proses pembelajaran
4.pembelajaran berlangsung pada benyak tingkatan secara simultan
5.belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik.
6.emosi positif sangat membantu pembelajaran.
7.otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

c.Karakteristik
Sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intektual, maka karakteristiknya ada empat bagian yaitu:
1.Somatic
“Somatic” berasal dari bahasa yunani yaitu tubuh – soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung).
2.Auditori
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada uyang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-maknan pribadi bagi diri mereka sendiri.
3.Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program computer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar.
4.Intektual
Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, membangun
5. menyatukan SAVI
belajar dapat optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam satu peristiwa pembelajaran.

d.Kerangka Perencanaan Pembelajaran SAVI
Pembelajaran SAVI dapat direncanakan dan kelompok dalam empat tahap:
1.Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan dating, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.
Secara spesifik meliputi hal:
memberikan sugesi positif
memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa
memberikan tujuan yang jelas dan bermakna
membangkitkan rasa ingin tahu
menciptakan lingkungan fisik yang positif.
menciptakan lingkungan emosional yang positif
menciptakan lingkungan sosial yang positif
menenangkan rasa takut
menyingkirkan hambatan-hambatan belajar
banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah
merangsang rasa ingin tahu siswa
mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.

2.Tahap Penyampaian (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menari, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindera, dan cocok untuk semua gaya belajar.
Hal- hal yang dapat dilakukan guru:
uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan
pengamatan fenomena dunia nyata
pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh
presentasi interaktif
grafik dan sarana yang presentasi brwarna-warni
aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar
proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim
latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok)
pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual
pelatihan memecahkan masalah

3.Tahap Pelatihan (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara.
Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu:
aktivitas pemrosesan siswa
usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali
simulasi dunia-nyata
permainan dalam belajar
pelatihan aksi pembelajaran
aktivitas pemecahan masalah
refleksi dan artikulasi individu
dialog berpasangan atau berkelompok
pengajaran dan tinjauan kolaboratif
aktivitas praktis membangun keterampilan
mengajar balik
4.Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat.
Hal –hal yang dapat dilakukan adalah:
penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera
penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi
aktivitas penguatan penerapan
materi penguatan prsesi
pelatihan terus menerus
umpan balik dan evaluasi kinerja
aktivitas dukungan kawan
perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.

D.Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas pada kedua strategi pembelajaran kuantum (Quantum Teaching) dan SAVI (Somatic. Auditori, Visual, Intelektual), maka keduanya memiliki karakteristik yang setaraf hal ini dapat dilihat dari landasan teori yang digunakan, hasil yang diharapkan sama menciptakan multiple intelegensi, suasana yang menyenangkandan mengesankan, keberanian, kebermaknaan dalam pembelajaran, sosial, demokrasi, penanaman konsep yang melekat dari hasil melakukan, penyelidikan, penyimpulan serta meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, membangkitkan minat dan partisipasi, melejitkan pemahaman dan daya ingat. Baik guru dan siswa dengan bebas dapat mengekspolasi kemampuan dalam kreativitas pembelajaran. Tidak ada pengekangan dalam pembelajaran. Walaupun pada perencanannya ada perbedaan namun perbedaan tersebut hanyalah istilah saja yang sudah tercakup dalam kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup dalam rencana pelaksanaan yang selama ini kita buat. Semoga tulisan ini dapat memberikan sedikit pencerahan bagi kita semua untuk membelajarkan siswa lebih baik, lebih humanis, lebih holistic, dan kinestetik. Amin.
Sumber Bacaan:
DePorter, Bobbi. 2005. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Kelas. Editor, Mike Hernacki. Diterjemahkan oleh Ary Nilandari. Bandung: Kaifa.

Meier, Dave. 2005. The Accelerated Learning Handbooks: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Diterjemahkan oleh Rahmani Astuti. Bandung: Kaifa.

Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13.

Rabu, 14 Januari 2009

REFLEKSI : ALEGI SEORANG GURU

REFLEKSI: ALEGI SEORANG GURU MENGGAPAI BATAS
Memang selama ini kita terbuai oleh kata-kata membimbing, memotivasi, membelajarkan, tetapi kita tidak sadar apa yang kita lakukan apakah benar-benar sesuai dengan tujuan atau malah membuat diri orang lain tersakiti, tertekan, tertindas. Kita tidak sadar bahwa selama ini kita terbuai kata hebat, hebat, dan menghebatkan diri kita, walaupun diluar sana akibat perbuatan kita orang yang kita beri pencerahan masih merasakan kepedihan, rintihan, bahkan ketakutan (khususnya matematika). Sebenarnya kalau kita mau berkaca pada wajah kita, tentunya jangan lupa kita membelajarkan siswa itu tidak sebatas memberikan bumbu-bumbu saja, tetapi mengolah bumbu-bumbu itu menjadi sesuatu yang menyenangkan dan memberikan makna dalam kehidupannya. Jangan merasa niat kita benar ternyata membunuh kreativitasnya, membelenggu pendapatnya, biarlah mereka berkembang sesuai dengan kemampuannya. Bekalilah mereka dengan IQ + EQ + SQ = sukses, dan hanya satu kata dalam benak kita jadilah pembelajar yang “ikhlas” segalanya. Dan janganlah kita hanya sekedar memberikan solusi permasalahan yang ada tetapi kita harus berkaca apakah kita sendiri sudah melaksanakan atau belum itu juga berat, tidak semua manusia dapat memahami itu semua. akhirnya semoga alegi yang bapak tulis memberikan pencerahan kita semua khususnya dunia pendidikan matematika, tidak ada lagi ada guru yang mendoktrin siswa, tidak adalagi guru yang memarahi siswa karena malas, tidak ada lagi guru yang merasa sok pintar, semoga matematika menjadi jalan kedamaian dunia pendidikan. Tidak terdengar lahir generasi yang angkuh, sombong, tidak jujur, keras hati, dan sebagainya. AMIN. Selamat Berjuang seluruh teman-teman pemerhati dunia pendidikan matematika.