REFLEKSI: ALEGI SEORANG GURU MENGGAPAI BATAS
Memang selama ini kita terbuai oleh kata-kata membimbing, memotivasi, membelajarkan, tetapi kita tidak sadar apa yang kita lakukan apakah benar-benar sesuai dengan tujuan atau malah membuat diri orang lain tersakiti, tertekan, tertindas. Kita tidak sadar bahwa selama ini kita terbuai kata hebat, hebat, dan menghebatkan diri kita, walaupun diluar sana akibat perbuatan kita orang yang kita beri pencerahan masih merasakan kepedihan, rintihan, bahkan ketakutan (khususnya matematika). Sebenarnya kalau kita mau berkaca pada wajah kita, tentunya jangan lupa kita membelajarkan siswa itu tidak sebatas memberikan bumbu-bumbu saja, tetapi mengolah bumbu-bumbu itu menjadi sesuatu yang menyenangkan dan memberikan makna dalam kehidupannya. Jangan merasa niat kita benar ternyata membunuh kreativitasnya, membelenggu pendapatnya, biarlah mereka berkembang sesuai dengan kemampuannya. Bekalilah mereka dengan IQ + EQ + SQ = sukses, dan hanya satu kata dalam benak kita jadilah pembelajar yang “ikhlas” segalanya. Dan janganlah kita hanya sekedar memberikan solusi permasalahan yang ada tetapi kita harus berkaca apakah kita sendiri sudah melaksanakan atau belum itu juga berat, tidak semua manusia dapat memahami itu semua. akhirnya semoga alegi yang bapak tulis memberikan pencerahan kita semua khususnya dunia pendidikan matematika, tidak ada lagi ada guru yang mendoktrin siswa, tidak adalagi guru yang memarahi siswa karena malas, tidak ada lagi guru yang merasa sok pintar, semoga matematika menjadi jalan kedamaian dunia pendidikan. Tidak terdengar lahir generasi yang angkuh, sombong, tidak jujur, keras hati, dan sebagainya. AMIN. Selamat Berjuang seluruh teman-teman pemerhati dunia pendidikan matematika.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar